
Welcome to Dive Sites Of Pimpinan Komisariat Perguruan RInggi
IPNU - IPPNU
Universitas Brawijaya - Malang
Belajar, Berjuang, Bertaqwa, Khidmah
Meraup Kecintaan Berorganisasi

“Jangan dorong kawan jadi lawan, ber organisasi lah dengan penuh kesopanan, cinta kasih, lemah lembut dan penuh senyum.” Itulah petuah yang keluar dari sosok H. Soleh Hayat atau yang lebih akrab disapa Abah Soleh. Pria kelahiran 30 September 1949 ini merupakan salah satu dari deretan punggawa Nahdlatul Ulama Jawa Timur.
Kecintaannya terhadap organisasi pertama kali ia salurkan dengan menjadi anggota IPNU ranting Pondok Pesantren Kebondalem, satu pondok dengan H. Masyhudi Mukhtar (mantan sekretaris PWNU Jatim dan Ketua PW IPNU Jatim). Kiprah beliau di lingkar NU sudah tak bisa diragukan lagi. Betapa tidak, ia mulai aktif di NU dengan menjadi staff sekretariat pada tahun 1970 dan sekarang menjadi salah satu wakil ketua Tanfidziyah. Sehingga, terhitung lama pengabdiannya di NU sudah mencapai usia yang boleh dibilang paling lama, yakni 43 tahun.
Motivasi yang mengakar kuat dalam sanubarinya dalam mengabdi di NU pertama kali di tanamkan oleh gurunya, yakni KH Mukhtar Faqih –putra dari salah satu pendiri NU Kyai Faqih, Maskumambang-, gurunya selalu menceritakan kepada murid-muridnya –termasuk Abah Soleh- bahwa betapa bahagianya ketika berorganisasi, rapat-rapat sekaligus berkumpul dengan para ulama. Itulah yang menjadi pemantik api semangat pria yang sempat menjadi wartawan Harian Pelita ini.
Beliau berkeyakinan bahwa ketika kita aktif di NU, hidup kita didunia akan di tata oleh Allah SWT. Beliau mengungkapkan bahwa NU merupakan organisasi yang tidak didirikan oleh sembarang orang. Organisasi ini bisa ada sampai sekarang bukan hanya karena atas inisiatif ulama, tapi juga karena ada sokongan dari para auliya’ yang tidak bisa diragukan lagi kedekatanya kepada Allah. “Jadi yakinlah, walaupun kita mati dalam keadaan mengemban amanat IPNU dan NU, maka sejatinya kita mati Syahid”, terang beliau ketika ditemui disalah satu ruang kantor PWNU tanggal 4 September kemarin.
Karir ke-IPNU-an beliau dalam konstelasi keterpelajar di Jawa Timur bisa dimasukkan dalam saksi sejarah yang kini sulit ditemukan. Setelah menuntaskan pengabdian di ranting Kebondalem tahun 1964, beliau naik ke PAC Candikan dan melanjutkan lagi di PC IPNU Cabang Surabaya sebagai wakil sekretaris. Ketulusannya dalam berorgansiasi nampak ketika ia menjabat sebagi wakil sekretaris cabang, beliau rela memanjat sendiri tiang listrik untuk memasang spanduk yang dulu terbuat dari glangsing dengan alasan, “timbangane ngongkon uwong malah mbayar, mending tak pasang dewe”(dari pada menyuruh orang malah membayar, lebih baik saya pasang snediri), terangnya ketika diwawancara rekan Eka dalam salah satu kesempatan.
Berkat kesungguhannya mengabdi, maka pada tahun 1976 beliau dinobatkan sebagai ketua PW IPNU Jawa Timur yang pada saat itu usianya tepat 21 tahun, sungguh usia yang sangat belia untuk menjabat sebagai ketua organisasi keterpelajaran se-tingkat provinsi. Salah satu kelebihan pria asli Gresik ini adalah pecinta arsip. Terbukti sampai sekarang beliau masih menyimpan sangat rapi berbagai macam arsip kuno, antara lain dokumen BUWILNU (Buletin Wilayah NU, 1978) yang saat ini dikenal dengan majalah Aula, SK ketika beliau menjadi anggota ranting (1961) sampai pengurus wilayah IPNU pun masih tersimpan apik dirumahnya.
Pria yang kini berusia 64 tahun ini, juga pernah diamanahi menjadi dosen pada mata kuliah Hukum Pers. Hal ini menjadi menarik menurut beliau, karena selama ini kemampuan beliau dalam dunia jurnalistik hanya didapat secara autodidak. “yang terpenting adalah ketelatenan dan semangat dalam belajar”, terangnya saat itu.
Abah Soleh merasa optimis bahwa PW IPNU akan menjadi lebih baik dan lebih berkembang pada periode sekarang. “saya melihat profil-profil pengurus periode ini baik-baik, sehingga saya optimis bahwa IPNU kedepan akan menjadi lebih baik”, akunya ketika diwawancarai. Dan beliau berpesan, ketika ada masalah dalam organisasi apapun itu, seyogjanya diselesaikan secara santun dan penuh kekeluargaan, diajak ngomong baik-baik dan dicarikan jalan keluarnya dengan duduk bersama. Sungguh sebuah etika berorganisasi yang kini kian langkah ditemui.(Ek)
Sumber: www.ipnujatim.or.id/